RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PAKAR
UNTUK MENENTUKAN JENIS GANGGUAN
PERKEMBANGAN PADA ANAK
Media Informatika, Vol. 6, No. 1, Juni 2008, 1-23
ISSN: 0854-4743
Abstrak
Sistem pakar (expert system) secara umum adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Atau dengan kata lain sistem pakar adalah sistem yang didesain dan diimplementasikan dengan bantuan bahasa pemrograman tertentu untuk dapat menyelesaikan masalah seperti yang dilakukan oleh para ahli Diharapkan dengan sistem ini, orang awam dapat menyelesaikan masalah tertentu baik ‘sedikit’ rumit ataupun rumit sekalipun ‘tanpa’ bantuan para ahli dalam bidang tersebut. Sedangkan bagi para ahli, sistem ini dapat digunakan sebagai asisten yang berpengalaman. Aplikasi yang dikembangkan ini bertujuan untuk menentukan jenis gangguan perkembangan pada anak di bawah umur 10 tahun dengan hanya memperhatikan gejala-gejala yang dialami. Dengan menggunakan metode Certanty Factor (CF), didapatkan nilai Kemungkinan gangguan yang dialami pasien.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence merupakan bagian dari ilmu komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia. Sistem cerdas (intelligent system) adalah sistem yang dibangun dengan menggunakan teknik-teknik artificial intelligence. Sistem Pakar (Expert System) adalah program berbasis pengetahuan yang menyediakan solusi-solusi dengan kualitas pakar untuk problema-problema dalam suatu domain yang spesifik. Sistem pakar merupakan program komputer yang meniru proses pemikiran dan pengetahuan pakar dalam menyelesaikan suatu masalah tertentu. Implementasi sistem pakar banyak digunakan dalam bidang psikologi karena sistem pakar dipandang sebagai cara penyimpanan pengetahuan pakar pada bidang tertentu dalam program komputer sehingga keputusan dapat diberikan dalam melakukan penalaran secara cerdas. Irisan antara psikologi dan sistem pakar melahirkan sebuah area yang dikenal dengan nama cognition & psycolinguistics. Umumnya pengetahuannya diambil dari seorang manusia yang pakar dalam domain tersebut dan sistem pakar itu berusaha meniru metodelogi dan kinerjanya (performance) (Kusumadewi, 2003). Salah satu implementasi yang diterapkan sistem pakar dalam bidang psikologi, yaitu untuk sistem pakar menentukan jenis gangguan perkembangan pada anak. Anak-anak merupakan fase yang paling rentan dan sangat perlu diperhatikan satu demi satu tahapan perkembangannya. Oleh karena itu dibangun suatu sistem pakar yang dapat membantu para pakar/ psikolog anak untuk menentukan jenis gangguan perkembangan pada anak dengan menggunakan metode Certainty Factor (CF).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosis gangguan pada perkembangan anak yang mampu membuat suatu keputusan yang sama, sebaik dan seperti pakar.
2. DASAR TEORI
2.1 Kecerdasan Buatan Secara Umum
Kecerdasan buatan dapat didefinisikan sebagai mekanisme pengetahuan yang ditekankan pada kecerdasan pembentukan dan penilaian pada alat yang
menjadikan mekanisme itu, serta membuat komputer berpikir secara cerdas. Teknologi kecerdasan buatan dipelajari dalam bidang-bidang, seperti: robotika, penglihatan komputer (computer vision), jaringan saraf tiruan (artifical neural system), pengolahan bahasa alami (natural language processing), pengenalan suara (speech recognition), dan sistem pakar (expert system).
2.2 Sistem Pakar
Sistem pakar (expert system) secara umum adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat
menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Diharapkan dengan sistem ini, orang awam dapat menyelesaikan masalah tertentu baik ‘sedikit’ rumit ataupun rumit sekalipun ‘tanpa’ bantuan para ahli dalam bidang tersebut. Sedangkan bagi para ahli, sistem ini dapat digunakan sebagai asisten yang berpengalaman. Tujuan pengembangan sistem pakar sebenarnya bukan untuk menggantikan peran manusia, tetapi untuk mensubstitusikan pengetahuan manusia ke dalam bentuk sistem, sehingga dapat digunakan oleh orang banyak.
2.2.1 Struktur Sistem Pakar
Sistem pakar disusun oleh dua bagian utama, yaitu lingkungan pengembangan (development environment) dan lingkungan konsultasi (consultation
environment) (Turban, 1995). Lingkungan pengembangan sistem pakar digunakan untuk memasukkan pengetahuan pakar ke dalam lingkungan sistem pakar, sedangkan lingkungan konsultasi digunakan oleh pengguna yang bukan pakar guna memperoleh pengetahuan pakar. Komponen-komponen yang terdapat dalam sistem pakar adalah User Interface (antarmuka pengguna), basis pengetahuan, akuisisi pengetahuan, mesin inference, workplace, fasilitas penjelasan, perbaikan pengetahuan.
2.2.2 Komponen Sistem pakar
Sebuah program yang difungsikan untuk menirukan seorang pakar manusia harus bisa melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan seorang pakar.
Untuk membangun sistem seperti itu maka komponen-komponen dasar yang harus dimilikinya paling sedikit adalah sebagai berikut:
1. Antar muka pemakai (User Interface)
2. Basis pengetahuan (Knowledge Base)
3. Mesin inferensi
Sedangkan untuk menjadikan sistem pakar menjadi lebih menyerupai seorang pakar yang berinteraksi dengan pemakai, maka dapat dilengkapi dengan fasilitas berikut:
1. Fasilitas penjelasan (Explanation)
2. Fasilitas Akuisisi pengetahuan (Knowledge acquisition facility)
3. Fasilitas swa-pelatihan (self-training)
2.2.3 Metode Inferensi
Komponen ini mengandung mekanisme pola pikir dan penalaran yang digunakan oleh pakar dalam menyelesaikan suatu masalah. Metode inferensi
adalah program komputer yang memberikan metedologi untuk penalaran tentang informasi yang ada dalam basis pengetahuan dan dalam workplace, dan untuk memformulasikan kesimpulan (Turban, 1995). Terdapat dua pendekatan untuk mengontrol inferensi dalam sistem pakar berbasis aturan, yaitu pelacakan ke belakang (Backward chaining) dan pelacakan ke depan (forward chaining).
2.2.4 Representasi Pengetahuan
Setelah menerima bidang kepakaran yang telah diaplikasikan pada sistem pakar, kemudian mengumpulkan pengetahuan yang sesuai dengan domain
keahlian tersebut. Pengetahuan yang dikumpulkan tersebut tidak bisa diaplikasikan begitu saja dalam sistem. Pengetahuan harus direpresentasikan
dalam format tertentu dan dihimpun dalam suatu basis pengetahuan. Pengetahuan yang dilakukan pada sistem pakar merupakan serangkaian
informasi pada domain tertentu. Kedua hal tersebut menurut ekspresi klasik oleh Wirth ditulis sebagai berikut:
Algoritma + Struktur Data = Program
Pengetahuan + Inferensi = Sistem Pakar
2.2.5 Ketidakpastian dengan Teori Certainty Factor (Teori Kepastian)
Dalam menghadapi suatu permasalahan sering ditemukan jawaban yang tidak memiliki kepastian penuh. Ketidakpastian ini dapat berupa probabilitas atau kebolehjadian yang tergantung dari hasil suatu kejadian. Hasil yang tidak pasti disebabkan oleh dua faktor, yaitu aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna yang tidak pasti atas suatu pertanyaan yang diajukan oleh sistem. Hal ini sangat mudah dilihat pada sistem diagnosis penyakit, dimana pakar tidak dapat mendefinisikan hubungan antara gejala dengan penyebabnya secara pasti, dan pasien tidak dapat merasakan suatu gejala dengan pasti pula. Pada akhirnya akan ditemukan banyak kemungkinan diagnosis. Sistem pakar harus mampu bekerja dalam ketidakpastian. Sejumlah teori telah ditemukan untuk menyelesaikan ketidakpastian, termasuk diantaranya probabilitas klasik, probabilitas bayes, teori hartley berdasarkan himpunan klasik, teori shannon berdasakan pada probabilitas, teori Depmster-Shafer, teori fuzzy
Zadeh, dan faktor kepastian (certanity factor). Certanity Factor (CF) merupakan nilai parameter klinis yang diberikan MYCIN untuk menunjukkan besarnya kepercayaan. Certanity Factor (CF) menunjukkan ukuran kepastian terhadap suatu fakta atau aturan.
2.3 Gangguan Perkembangan pada Anak
Manusia dalam hidupnya selalu mengalami perkembangan. Dari mulai dilahirkan sebagai seorang bayi, berkembang menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya meninggal dunia. Dalam perjalanannya tersebut tidak sedikit yang mengalami berbagai gangguan dan permasalahan yang kemudian disebut sebagai hambatan atau gangguan perkembangan. Sebuah perkembangan yang terjadi pada diri manusia akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya, karenannya perlu ada perhatian khusus dalam masalah ini sebagai tindakan preventif, sehingga harapannya perkembangan yang akan berlangsung selanjutnya dalam kondisi yang positif. Anak-anak merupakan fase yang paling rentan dan
sangat perlu diperhatikan satu demi satu tahapan perkembangan yang dialaminya.
3. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI
3.1 Perancangan Basis Pengetahuan
Dalam perancangan basis pengetahuan ini digunakan kaidah produksi sebagai sarana untuk representasi pengetahuan. Kaidah produksi dituliskan
dalam bentuk pernyataan JIKA [premis] MAKA [konklusi]. Pada perancangan basis pengetahuan sistem pakar ini premis adalah gejala-gejala yang terlihat pada anak dan konklusi adalah jenis gangguan perkembangan yang diderita anak, sehingga bentuk pernyataannya adalah JIKA [gejala] MAKA [gangguan]. Bagian premis dalam aturan produksi dapat memiliki lebih dari satu proposisi yaitu berarti pada sistem pakar ini dalam satu kaidah dapat memiliki lebih dari satu gejala. Gejala-gejala tersebut dihubungkan dengan menggunakan operator logika DAN. Bentuk pernyatannya adalah: Anak adalah sebagai berikut:
JIKA Anak Sulit Berbicara
DAN Tes IQ Dibawah !9
DAN Koordinasi Otot Tidak Sempurna
MAKA Gangguan Retardasi Mental Berat
Berdasarkan contoh kaidah pengetahuan diatas maka kaidah tersebut dapat disimpan dalam bentuk sebuah tabel sehingga dapat lebih mudah untuk imengerti. Dimana pada tabel tersebut terdapat kolom jenis gangguan yang menjelaskan tentang definisi,penyebab, dan pengobatan.
4. PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Kebenaran Sistem
Pengujian kebenaran sistem dilakukan untuk mengetahui kesamaan hasil akhir atau output yang berupa kemungkinan jenis gangguan yang dihasilkan oleh sistem, dengan yang dihasilkan oleh perhitungan secara manual. Untuk mengetahui hasil output dari sistem harus melakukan konsultasi terlebih dahulu yang kemudian memasukkan gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien kemudian setelah selesai melakukan konsultasi maka akan muncul halaman hasil konsultasi yang akan menampilkan kemungkinan jenis gangguan perkembangan yang dialami oleh pasien. Pengujian kebenaran sistem dilakukan dengan melakukan
beberapa ujicoba diantaranya sebagai berikut:
1. Dengan satu gejala satu jenis gangguan
2. Dengan satu gejala beberapa jenis gangguan
3. Dengan beberapa gejala satu jenis gangguan
4. Dengan beberapa gejala beberapa gangguan
5. SIMPULAN
Aplikasi sistem pakar yang dibuat ini mampu menganalisis jenis gangguan perkembangan yang dialamai pasien berdasarkan gejala-gejala yang dimasukkan oleh user. Aplikasi mampu menyimpan representasi pengetahuan pakar berdasarkan nilai kebenaran MB dan nilai ketidakbenaran MD. Aplikasi sistem pakar ini sudah dapat menjelaskan definisi jenis gangguan perkembangan, penyebab, dan pengobatannya. Kekurangan dari aplikasi ini adalah belum adanya pengelompokan gejalagejala sejenis yang hanya boleh dipilih satu dari kelompok gejala tersebut. Akibatnya, jika user kurang teliti dalam memilih gejala, maka sistem akan
memberikan kesimpulan yang kurang benar.
Sumber : journal.uii.ac.id/index.php/media-informatika/article/view/106/66
PENGARUH PENGENALAN KOMPUTER PADA PERKEMBANGAN PSIKOLOGI
ANAK: STUDI KASUS TAMAN BALITA SALMAN AL FARISI
Mukhammad Andri Setiawan, Army Widyastuti, Aulia Nurhuda
Abstrak
Meningkatnya jumlah waktu yang dipergunakan oleh anak-anak di rumah dan di sekolah dalam berinteraksi dengan komputer menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana teknologi komputer mempengaruhi perkembangan psikologi mereka. Artikel ini menyajikan riset terbatas terhadap efek penggunaan komputer di rumah terhadap perkembangan aspek fisik, kognitif, emosi, sosial, dan motorik. Secara umum perkembangan anak yang diperkenalkan dengan teknologi komputer relatif lebih baikaspek-aspek tertentu pada anak-anak daripada anak-anak yang sama sekali belum dikenalkan dengan teknologi komputer. Penelitian ini masih merupakan penelitian awal sehingga dibutuhkan penelitan yang lebih sistematis dan kompleks pada wilayah ini, sehingga dapat membantu orang tua dan para penentu kebijakan untuk menggali dan memaksimalkan efek positif dan meminimalisir efek buruk dari penggunaan teknologi komputer pada anak-anak.
Kata kunci: Psikologi perkembangan, komputer anak, Kartu Perkembangan Anak (KPA)
1. Pendahuluan
Di era digital ini, semakin banyak anak-anak yang memiliki akses komputer di rumah atau di sekolah untuk banyak hal, dimulai dari permainan komputer, atau membantu mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan melakukan chatting dan email atau pun browsing di Internet. Subrahmanyam di dalam menyatakan bahwa di Amerika Serikat pada tahun 1999 diperkirakan 67% dari rumah yang ada
di AS memiliki game komputer konsol seperti Sega atau Nintendo, kemudian 60% memiliki PC, dan 37 persen di antaranya telah terkoneksi dengan Internet. Bahkan Subrahmanyam juga menyatakan dalam salah satu risetnya, terdapat pertanyaan yang diajukan kepada anak berumur 8 hingga 18 tahun yang mempertanyakan barang apa yang akan di bawa jika mereka berada di tengah padang pasir, maka mereka akan menjawab komputer dengan akses Internet, termasuk di antaranya televisi sebagaimana yang diungkapkan oleh Rideout. K epemilikan komputer yang semakin meningkat setiap tahunnya sedikit banyak akan mempengaruhi jumlah anak yang berinteraksi dengannya. Dengan semakin meningkatnya peran komputer rumah dalam kehidupan anak-anak, dibutuhkan sebuah perhatian khusus bagaimana efek dari ini semua kepada anakanak. Waktu yang dibutuhkan oleh anak untuk berinteraksi dengan komputer sangat mungkin menggantikan waktu anak-anak yang seharusnya dipergunakan untuk mengembangkan kemampuandirinya baik dalam aspek kognitif maupun aspek motorik. Penelitian ini diharapkan mampu membantu untuk menunjukkan kepada orang tua dan pihakpihak yang berkompeten untuk menggali dan memaksimalkan efek positif dan meminimalisir efek buruk dari penggunaan teknologi komputer pada anak-anak.
2. Teori Perkembangan Anak
Salah satu prinsip perkembangan adalah perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (never ending process). Manusia secara terus menerus berkembang atau berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang
hidupnya. Prinsip yang lain adalah semua aspek perkembangan saling mempengaruhi, baik aspek fisik, emosi, inteligensi maupun sosial. Terdapat hubungan yang positif di antara aspek-aspek tersebut. Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Erik Erickson sebagaimana dikutip oleh Monks mengajukam delapan tahapan perkembangan psikologis dalam kehidupan seorang individu dan itu semua bergantung pada pengalaman yang diperolehnya dalam keluarga. Selama tahun pertama, seorang anak harus mengembangkan suatu kepercayaan dasar (basic trust), tahun kedua dia harus mengembangkan otonominya, dan pada tahun berikutnya dia harus belajar inisiatif dan industri yang mengarahkannya ke dalam penemuan identitas dirinya.
3. Implementasi Penelitian
Penelitian dilakukan dengan membagikan kuesioner tentang pengenalan komputer kepada anak yang diberikan kepada orang tua dari anak-anak yang dititipkan di Taman Balita Salman Al Farisi. Dari kuesioner yang telah disebarkan, diperoleh data bahwa semua anak di Taman Balita Salman Al Farisi telah diperkenalkan komputer oleh orang tuanya, baik berupa permainan komputer (computer game), CD interaktif, dan Multimedia. Untuk mendapatkan data mengenai perkembangan anak, data dari kuesioner orang tua dilengkapi dengan tes perkembangan anak. Dengan demikian diharapkan akan dapat diketahui seberapa jauh perkembangan anak dan hubungannya dengan pengenalan komputer.
3.1. Kartu Perkembangan Anak
Alat tes yang dipergunakan untuk menentukan perkembangan anak adalah KartuPerkembangan Anak (KPA). KPA merupakan wujud
deteksi dini (screening) terhadap perkembangan anak. KPA disusun berdasarkan :
Bayley Scales of Infant Development
Tes Stanford – Binet
Denver Development Screening Test
Deteksi Kelainan Tumbuh Kembang Dini Depkes RI
3.2. Hasil Penelitian
Hasil menunjukkan bahwa anak dengan interaksi komputer yang lebih intensif menunjukkan nilai KPA dengan
selisih yang cukup tinggi dari nilai standar. Sebagai contoh, subjek Rv dan Ys, dimana keduanyamemiliki intensitas frekuensi lebih dari dua jam per hari ternyata memiliki selisih nilai KPA yang cukup tinggi dari rata-ratanya.
4. Simpulan dan Saran
Dari penelitian di atas, diperoleh simpulan, bahwa teknologi khususnya komputer berpengaruh terhadap perkembangan psikologi anak. Meski demikian, penelitian ini masih merupakan penelitian awal, yang perlu dilanjutkan dengan penelitian lanjutan. Semisal kaitan teknologi dengan permasalahan kesehatan, penglihatan, perkembangan sosial, dan lain sebagainya. Perlu lebih banyak lagi bukti yang dibutuhkan untuk mendukung klaim bahwa komputer dapat membantu meningkatkan kinerja perkembangan anak. Riset lanjutan perlu dilakukan untuk menentukan apakah komputer rumah dapat memiliki efek yang lama dan signifikan terhadap kemajuan kemampuan kognitif dan akademis.
Sumber : http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1308/1067
Apakah Kepribadian Menentukan Pemilihan Media Komunikasi?
Metaanalisis Terhadap Hubungan Kepribadian Extraversion, Neuroticism, dan Openness to
Experience dengan Penggunaan Email
Oleh:
Neila Ramdhani
Abstrak
Meningkatnya ketersediaan infrastruktur IT akhir-akhir ini, telah menjadikan email sebagai sarana komunikasi yang semakin populer penggunaannya. Ruang dan waktu yang sering menjadi hambatan untuk berkomunikasi kini dapat diatasi dengan penggunaan email. Namun demikian tidak setiap orang memanfaatkan email. Untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari email, upaya pemberian pemahaman dan penyediaan fasilitas internet perlu terus ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor kepribadian (personality traits) dengan pemilihan media komunikasi. Dua puluh dua data, baik yang sudah dipublikasikan selama
periode 1999-2006 di berbagai jurnal maupun di internet dianalisis di dalam tulisan ini. Kedua puluh dua penelitian tersebut melibatkan 4267 orang, mengungkap dimensi extraversion, neuroticism, dan openness to experience. Hasil analisis ini memperkuat penelitian sebelum yang mengemukakan bahwa extraversion, neuroticism, dan openness to experience adalah dimensi kepribadian yang dapat dikaitkan dengan penggunaan email.
A. Pengantar
Penggunaan Information Communication Technology (ICT) sebagai sarana komunikasi semakin meningkat di berbagai wilayah kehidupan manusia. ICT memungkinkan setiap orang berkomunikasi dengan pihak lain yang terhubung dengan internet walaupun lokasi tempat tinggal mereka saling berjauhan. Banyak fasilitas yang ditawarkan oleh internet kepada pengguna. Selain untuk berselancar mencari informasi (browsing) internet juga menyediakan fasilitas untuk berkirim surat elektronik (email). Dengan email, pesan-pesan dapat disampaikan secara tertulis melintasi batas ruang dan waktu. Walaupun tidak selengkap komunikasi tatap muka yang memungkinkan individu menyampaikan pesan verbal dan non-verbal secara langsung, namun kehadiran email sudah cukup
memadai utuk menyampaikan sebuah pesan dengan kecepatan yang tinggi. Secara formula matematik Lewin merumuskan teorinya ke dalam sebuah persamaan B= f (O,E). Di mana B adalah Behavior ( misalnya perilaku penggunaan internet untuk email); f (fungsi); O (Organism, yaitu hal-hal yang ada di dalam diri individu seperti sifat kepribadian dan kondisi fisik); E adalah Environment segala sesuatu di luar diri individu (adanya failitas internet, kontak sosial, dorongan orang lain untuk menggunakan internet dll). Kedua variable dalam diri dan di luar diri ini saling berpengaruh satu dengan lainnya. Selain faktor kontak sosial, keunggulan satu cara komunikasi di dalam menyampaikan pesan juga telah ikut mempengaruhi pilihan cara untuk berkomunikasi. Dua teori komunikasi yang banyak digunakan untuk membahas penggunaan ICT sebagai media komunikasi yaitu Social Presence Theory (Short, Williams, & Christie, 1976) dan Media Richness Theory (Daft & Lengel, 1984; Trevino, Lengel, & 3 Daft, 1987). Social Presence Theory (SPT) menekankan pada kemampuan media untuk mengakomodasi kehadiran sosial individu. Kehadiran sosial ini meliputi tidak hanya kehadiran fisik tetapi juga berbagai ekspresi emosi yang dapat menampilkan isyarat yang dibutuhkan sehingga menjadikan komunikasi lebih bermakna. Media komunikasi yang baik dapat memberikan kepada pelaku komunikasi, kesempatan untuk ‘hadir’ terlibat di dalam percakapan. Melihat fakta yang menunjukkan bahwa penggunaan email semakin meningkat dari waktu ke waktu maka perlu ada sebuah studi untuk mengkaji apa saja faktor kepribadian yang mempengaruhi penggunaan email.
B. Tujuan Penelitian
Tujuannya adalah untuk melihat apakah variabel kepribadian yang diteliti dalam berbagai studi kalau dirangkum menjadi satu memberikan hasil yang konsisten dan bisa dijadikan dasar untuk menjawab pertanyaan apakah kepribadian menentukan pilihan media komunikasi.
C. Email dan Berbagai Karakteristiknya
Meningkatnya penggunaan email dalan kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari sifat dan karakteristik email itu sendiri, yaitu:
1/ Email mampu menciptakan komunitas yang tidak berbasis geografis (Williams, Strover, dan Grant, 1994). Email dapat ditulis dan dibaca di mana saja sehingga untuk melakukan komunikasi, individu tidak harus berada di suatu tempat tertentu.
2. Pesan yang ditulis dapat pendek, dapat pula panjang. Bila ingin mengirimkan dokumen sertaan dapat dilampirkan pada attachment.
3. Arsip. Email yang sudah dibaca dapat disimpan sebagai arsip, dan dibuka kembali pada saat dibutuhkan.
4. Tujuan: Pesan dapat ditujukan kepada satu orang saja (private email), tetapi dapat pula kepada banyak orang (group mail) sehingga dapat menghemat waktu maupun biaya cetak dan biaya kirim.
5. Ekspresi: Oleh karena email adalah pesan yang tertulis, maka pesan tidak mengandung ekspresi (cues) non verbal,walaupun teknologi email sudah menciptakan berbagai icon smileyyang diharapkan dapat menjadi pengganti ekspresi emosi. Hal ini dapat menjadi kelebihan email karena memungkinkan seseorang individu untuk mengungkapkan ide dan perasaannya tanpa khawatir diketahui orang lain. Di lain pihak, ketiadaan ekspresi ini merupakan kelemahan karena penulis maupun penerima pesan dapat mengalami perbedaan persepsi.
D. Kepribadian: Betulkah menjadi penentu pemilihan media?
Kepribadian adalah karakteristik dinamik dan terorganisasi dari seorang individu yang mempengaruhi kognisi, motivasi, dan perilakunya. Kepribadian bersifat unik dan konsisten sehingga dapat digunakan untuk membedakan antara individu satu dengan lainnya (Greenberg, 2003; Ryckman, 2004). Keunikan inilah yang menjadikan kepribadian sebagai variabel yang sering digunakan untuk menggambarkan diri individu yang berbeda dengan individu lainnya. Mengapa seseorang senang melakukan suatu perilaku tertentu sementara orang lainnya tidak senang? Mengapa seorang memilih menggunakan email sementara orang lainnya tidak sering, bahkan tidak mau menggunakannya? Extraversion dan Neuroticism adalah traits yang menjadi fokus pembahasan dalam teori-teori
kepribadian. Eysenck Three Factors Model (Eysenck & Eysenck, 1991) dan Five Factors Model yang dikembangkan oleh Costa & McCrae (Costa & McCrae, 1992) mencantumkan kedua traits ini sebagai sentral dimensi kepribadian yang berada dalam dua kutub yang berlawanan. Di antara kedua traits ini, Eysenck mencantumkan psychoticism, sementara itu Costa dan McCrae mencantumkan Conscientiousness, Agreeableness, dan Openness. Untuk kepentingan analisis, kerangka teori kepribadian Big Five akan digunakan dalam mengelompokkan variabel-variabel ke dalam dimensi, yaitu extraversion, neuroticism, dan openness to experience. Pengelompokkan dilakukan dengan cara mengurai definisi dari setiap variabel. Apabila dalam satu naskah terdapat variabel yang berasal dari satu dimensi atau memiliki korelasi yang tinggi, maka salah satu variabel saja yang diikutkan dalam penelitian ini.
E. Hipotesis
1. Ada hubungan antara kepribadian extraversion dengan penggunaan email.
2. Ada hubungan antara kepribadian neuroticism dengan penggunaan email.
3. Ada hubungan antara kepribadian openness to experience dengan penggunaan email.
F. Prosedur Penelitian
Lipsey & Wilson (2001) mengemukakan bahwa meta analisis adalah metode survey yang dilakukan terhadap data-data yang terdapat di dalam beberapa laporan penelitian. Meta analisis bertujuan untuk menyimpulkan, mengintegrasikan, dan menginterpretasikan data-data yang diperoleh dari riset terdahulu. Dengan demikian, di samping merupakan riset primer, data yang akan dianalisis melalui metode ini, harus mempunyai konstruk dan pola hubungan yang sama dan dapat dibandingkan satu dengan lainnya.
Oleh karena riset ini bertujuan untuk melakukan analisis yang menggunakan pendekatan metaanalisis secara kuantitatif, maka naskah yang akan diambil datanya harus mencantumkan:
a. Jumlah subjek (N)
b. Salah satu dari nilai korelasi (r), F, atau t
c. Bila item b tidak disertakan, maka naskah harus mencantumkan rerata skor (M) dan
standar deviasi (SD).
G. Hasil Analisis Data
Analisis terhadap data yang dikumpulkan dari berbagai penelitian ini memberikan hasil yang lebih terintegrasi dalam melihat pola hubungan antara dimensi-dimensi kepribadian extraversion, neuroticism, dan openness to experience dengan penggunaan email. Kepribadian extraversion, neuroticism dan openness to experience secara signifikan berhubungan dengan penggunaan email. Koreksi terhadap kemungkinan kesalahan dalam pengambilan sampel maupun kesalahan dalam
pengukuran memperlihatkan bahwa kesalahannya masih dalam batas yang dapat dipercaya. 16 Extraversion dan neuroticism merupakan dua dimensi kepribadian paling banyak dihubungkan dengan penggunaan teknologi (Maldonado. 2001; McKenna, et. all., 2002; Hamburger & Artzi, 2003). Dalam kerangka Big Five, Costa & McCrae (1992) mengemukakan bahwa extraversion ini dianalogikan dengan pandai bergaul (gregariousness = sociable), tegas (assertiveness = forceful), aktif atau energik (activity = energetic), suka mencari pengalaman baru (excitement-seeking = adventurous), dan hangat
(warmth = outgoing). Beberapa contoh perilaku individu extraversion yang sangat mudah diamati adalah keterlibatan dengan orang-banyak mengalami emosi-emosi positif, pada saat berada di antara orang banyak. Email adalah produk teknologi yang memungkinkan individu terhubung dengan orang lain walaupun tidak berada pada posisi luang waktu dan berada di tempat yang memungkinkan mereka berinteraksi. Fasilitas ini nampaknya merupakan peluang yang sangat positif bagi individu extravert. Kesenangannya mencari stimulus dari lingkungan, membuat individu yang masuk dalam kategori extraversion dimudahkan oleh teknologi email ini. Setiap saat mereka mendapatkan kesempatan untuk mengakses email akan dimanfaatkannya untuk kontak dengan orang lain.
H. Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepribadian extraversion, neuroticism, dan openness to experience berhubungan secara signifikan dengan penggunaan teknologi komunikasi berbasis internet atau email.
Sumber : http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/02/neila-jurnal-meta.pdf
KECEMASAN BERKOMPUTER (COMPUTER ANXIETY) DAN
KARAKTERISTIK TIPE KEPRIBADIAN PADA MAHASISWA
AKUNTANSI
Syaiful Ali
Fadila
Departemen Akuntansi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis,
Universitas Gadjah Mada
ABSTRACT
The purpose of this research was examining the personality type and other factors such as gender and GPA that may contribute to computer anxiety among accounting students. The following questions guided this investigation: Does a relationship exist between computer anxiety and accounting student’s personality type? Does a relationship exist between accounting students’ gender, GPA and their computer anxiety? Data for this study consisted of surveying accounting students of Economics and Business Faculty of Gadjah Mada University. One hundred and thirty-nine (139) surveys were distributed. One hundred and thirty-nine (139) instruments were returned, representing a response rate of one hundred (100%) percent; fourteen participants returned incomplete instruments which could not be used in this study. Conclusions of this study are: computer anxiety does exist among accounting students; there is significant relationship for those students who were classified as sensing-intuitive and thinking-feeling and computerphobia; accounting students’ gender and GPA don’t influence their computer anxiety.
Keywords: computer anxiety, personality type, Myers-Briggs Type Indicator
LATAR BELAKANG
Menyadari pentingnya penguasaan teknologi komputer dalam dunia bisnis, para pengajar akuntansi menekankan pentingnya penggunaan komputer dan software di sebagian besar mata kuliah akuntansi untuk membekali para mahasiswa sehingga dapat meningkatkan nilai jual mereka di masa depan. Hal ini dilakukan dengan mengintegrasikan penggunaan komputer ke dalam kurikulum pengajaran akuntansi. Keberhasilan program pendidikan akuntansi yang telah terintegrasi dengan komputer ini sangat dipengaruhi oleh sikap mahasiswa terhadap komputer. Namun ketika teknologi komputer telah menjadi elemen yang melengkapi dan tidak terpisahkan dari proses pendidikan akuntansi, masih ada mahasiswa yang bereaksi negatif mulai dari tanggapan yang pasif hingga penolakan yang sangat keras terhadap penggunaan komputer. Mereka yang bereaksi negatif tersebut percaya bahwa kelak di dunia kerja mereka dapat menemukan pekerjaan yang tidak dipengaruhi oleh teknologi komputer. Penolakan ini mungkin disebabkan oleh ketidaktahuan sederhana tentang komputer atau mungkin juga disebabkan oleh kegelisahan yang mendalam atau ketakutan berlebih terhadap teknologi komputer (Jay, 1981 dalam Emmons, 2003) yang sering disebut dengan “computerphobia”. Adanya perubahan baru terkadang menimbulkan tekanan (stress). Tekanan yang timbul dapat berupa anxiety(kecemasan) namun ada pula yang menghadapinya sebagai tantangan. Kecemasan didefinisikan sebagai perasaan yang kuat berupa ketakutan (fear). Karena teknologi komputer telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum akuntansi, maka penolakan terhadapnya dapat mengganggu proses pembelajaran. Penelitian ini berusaha memahami apakah fenomena ini berhubungan dengan tipe kepribadian, jenis kelamin dan IPK para mahasiswa. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mengatasi masalah ini sehingga pertumbuhan teknologi komputer kelak tidak lagi dibayang-bayangi oleh sikap penolakan para mahasiswa akuntansi yang nantinya akan terjun di dunia bisnis yang sangat dipengaruhi oleh teknologi informasi berbasis komputer.
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
Kecemasan Berkomputer (Computer Anxiety)
Penelitian yang berkaitan dengan computerphobia dapat diklasifikasikan sebagai pengujian kecemasan berkomputer dan computer attitude (sikap terhadap komputer). Sikap terhadap komputer, oleh Rifa dan Gudono (1999) diartikan sebagai
reaksi atau penilaian seseorang terhadap komputer berdasarkan kesenangan atau ketidaksenangan terhadap komputer. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kecemasan berkomputer adalah Computer Anxiety Rating Scale (CARS) yang dikembangkan oleh Larry D. Rosen dan Michelle Weil. CARS terdiri dari 20 pernyataan dan tiap pernyataan dihitung menggunakan skala lima poin tentang seberapa cemas yang dirasakan seseorang ”pada saat ini”. Skalanya mulai dari “1 tidak cemas” hingga “5 sangat cemas sekali”. Pengujian validitas awal CARS menunjukkan koefisien Cronbach alpha sebesar 0,93 yang menunjukkan bahwa instrumen ini cukup valid dalam mengukur kecemasan berkomputer seseorang.
Teori Tipe Kepribadian Jung
Teori Jung mendalilkan delapan sifat kepribadian utama yang terdiri dari empat dimensi utama yang saling berlawanan (dikotomis), yakni : (1) Extravert (E) vs. Introvert (I), (2) Sensing (S) vs. Intuitive (N), (3) Thinking (T) vs. Feeling (F), dan
(4) Judging (J) vs. Perceiving (P). Kedelapan sifat ini muncul dalam setiap individu dengan derajat yang berbeda-beda. Setiap individu memiliki kecenderungan pembawaan terhadap satu dari dua sifat dalam tiap dikotomi. Empat sifat utama (preferen) berinteraksi membentuk tipe kepribadian. Namun, empat sifat lainnya tetap ada dalam kepribadian, dan individu dapat menggunakannya dengan cukup baik.
Pengembangan Hipotesis
Penelitian ini menguji beberapa hipotesis. Hipotesis pertama menguji hubungan antara tipe kepribadian dan kecemasan mahasiswa terhadap penggunaan teknologi komputer.
H1: Tingkat kecemasan berkomputer pada mahasiswa akuntansi akan bervariasi menurut tipe kepribadian mereka.
H2 : Tingkat kecemasan berkomputer pada mahasiswa akuntansi akan bervariasi menurut jenis kelamin mereka.
H3 : Tingkat kecemasan berkomputer pada mahasiswa akuntansi akan bervariasi menurut IPK mereka.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (FEB UGM). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa akuntansi yang masih menjalani masa studi (bukan alumni) di FEB UGM Yogyakarta. Pengambilan sampel (sampling) dari populasi yang ada dilakukan secara convenience sampling, dengan menggunakan tingkat kesalahan 5%, dari daftar pengambilan sampel yang dianggap representatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei lapangan. Data dikumpulkan dengan cara melakukan penyebaran kuesioner secara langsung ke responden yang menjadi sampel penelitian.
Pengujian Hipotesis
Hipotesis 1: Tingkat kecemasan berkomputer pada mahasiswa akuntansi akan bervariasi menurut tipe kepribadian mereka.
Mahasiswa dengan preferen S dan T memiliki rata-rata skor CARS yang lebih rendah yang menunjukkan tingkat kesediaan yang lebih tinggi untuk bekerja dalam lingkungan yang terkomputerisasi atau tidak lebih computerphobic dibandingkan
dengan mahasiswa dengan preferen N dan F. Dengan demikian, Hipotesis 1 diterima dan hasil penelitian mendukung pernyataan bahwa tingkat kecemasan berkomputer pada mahasiswa akuntansi bervariasi menurut tipe kepribadian mereka.
Hipotesis 2: Tingkat kecemasan berkomputer pada mahasiswa akuntansi akan bervariasi menurut jenis kelamin mereka.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wilder et al. (1985) dan Hawkins (1985) mengindikasikan kemungkinan bahwa reaksi terhadap penggunaan komputer lebih positif di kalangan pria dibandingkan wanita. Perbedaan ini diujikan pada mahasiswa akuntansi. Pengujian kai kuadrat untuk menguji independensi pengklasifikasian tingkat kecemasan berkomputer dengan jenis kelamin mahasiswa akuntansi dilakukan untuk melihat apakah tingkat kecemasan berkomputer akan bervariasi berdasarkan jenis kelamin. Hasil pengujian pada Tabel 8 menunjukkan nilai χ2 = 0,452 tidak signifikan (p = 0,798) sehingga Hipotesis 2 ditolak dan pernyataan bahwa tingkat kecemasan berkomputer pada mahasiswa akuntansi akan bervariasi menurut jenis kelamin tidak dapat didukung Hal ini dapat terjadi karena pergeseran pandangan pria dan wanita mengenai sifat komputer dan penggunaan komputer.
Hipotesis 3: Tingkat kecemasan berkomputer pada mahasiswa akuntansi akan bervariasi menurut IPK mereka.
Berdasarkan data yang didapat dari jawaban kuesioner para mahasiswa, IPK dikelompokkan menjadi empat kategori (< 2,75; 2,76 – 3,00; 3,01 – 3,50; dan 3,51 – 4,00). Klasifikasi ini kemudian ditabulasi-silangkan dengan klasifikasi tingkat kecemasan berkomputer dan kai kuadrat dihitung untuk mengetahui apakah tingkat kecemasan berkomputer bervariasi berdasarkan IPK mahasiswa. Hasil pengujian yang tampak pada Tabel 9 ini tidak signifikan (χ2 = 3,664; p = 0,722), sehingga Hipotesis 3 ditolak dan pernyataan bahwa tingkat kecemasan berkomputer mahasiswa akuntansi akan bervariasi menurut IPK mereka tidak dapat didukung. Hal ini dapat terjadi karena nilai akademik yang baik tidak menunjukkan banyaknya pengalaman berkomputer di kalangan mahasiswa. Nilai akademik diperoleh dari kegiatan perkuliahan di mana tidak semua mata kuliah berhubungan dengan penggunaan komputer.
Implikasi Penelitian
Penelitian ini menunjukkan bahwa fenomena kecemasan berkomputer terjadi di kalangan mahasiswa akuntansi konsisten dengan pernyataan Rosen dan Weil (1990). Untuk mengatasi hal tersebut, pihak kampus mungkin perlu mempertimbangkan untuk menambah mata kuliah yang berhubungan dengan sistem informasi berbasis komputer yang sifatnya wajib di samping melengkapi sarana teknologi komputer di lingkungan kampus serta mengadakan pelatihan-pelatihan komputer yang bertujuan untuk membuat mahasiswa lebih mengenal teknologi komputer sehingga diharapkan terjadi penurunan tingkat kecemasan berkomputer seiring dengan semakin berkembangnya teknologi. Dengan mengetahui hubungan antara cognitive style dengan kecemasan berkomputer pada mahasiswa, dari sudut pandang pengajar, mungkin dapat dirancang
suatu sistem pengintegrasian komputer ke dalam proses pembelajaran dengan disesuaikan dengan cognitive style para mahasiswa.
Keterbatasan Penelitian dan Saran
Penelitian ini hanya menguji hubungan tiga variabel dengan kecemasan berkomputer, dan hanya satu variabel yang memiliki interaksi signifikan dengan kecemasan berkomputer, yaitu tipe kepribadian. Penelitian selanjutnya dapat menguji variabel-variabel lainnya yang mungkin berhubungan dengan kecemasan berkomputer. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi yang merupakan tunas-tunas profesional akuntan. Penelitian selanjutnya sebaiknya juga meneliti kecemasan berkomputer pada profesional akuntan. Tingkat computerphobia para profesional akuntan ini kemudian dapat dibandingkan dengan tingkat computerphobia pada para mahasiswa akuntansi yang baru saja lulus sehingga dapat diketahui apakah terjadi penurunan tingkat computerphobia atau setidaknya tidak terjadi peningkatan.
Sumber : http://syaiful-ali.staff.ugm.ac.id/Kecemasan%20berkomputer%20–mahasiswa%20akuntansi.pdf
MOTIF AFILIASI PENGGUNA AKTIF FACEBOOK
Agung Santoso Pribadi, Margaretha Maria Shinta Pratiwi dan Roestamadji Brotowidagdo
Fakultas Psikologi Universitas Semarang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif afiliasi yang membuat remaja aktif membuka akun facebook. Subjek penelitian ini berjumlah 181 remaja. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan angket motif afiliasi pengguna facebook. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja memiliki dan menggunakan akun facebook dengan motif afiliasi terbesar adalah untuk berteman dan mencari informasi yang digunakan untuk semakin memperluas jaringan pertemanannya, sedangkan motif afiliasi terkecil adalah untuk medapatkan perhatian orang lain. Selain itu ada motif-motif afiliasi lainnya yang muncul berkaitan dengan intensitas hubungan yang lebih kuat seperti motif mempertahankan hubungan antar individu, empati yang simpatik diwujudkan dalam sikap bersahabat, memiliki keinginan baik, dan membina hubungan yang penuh kepercayaan.
Kata kunci : motif afiliasi, pengguna facebook
Pendahuluan
Penggunaan internet sebagai media komunikasi tidak lepas dari motif seseorang untuk menggunakan fasilitas tersebut. Motif menunjuk pada hubungan sistematik antara suatu respon atau himpunan respon dengan keadaan dorongan tertentu. Dorongan dasar itu bersifat bawaan, hasil dari proses belajar. Ahmadi (2002) motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif. Jadi, tingkah laku secara refleks dan yang berlangsung secara otomatis, mempunyai maksud tertentu walaupun maksud itu tidak senantiasa sadar bagi manusia. Motif-motif itu memberikan tujuan dan arah kepada tingkah laku juga kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan sehari-hari mempunyai motif, sehingga dengan motif akan menemukan mengapa seserang berbuat sesuatu.Menurut Mc Clelland (Hill, 1987) kebutuhan afiliasi merupakan kebutuhan yang pemenuhannya memerlukan hubungan yang hangat dan akrab dengan orang lain. Tampak pada segi hubungan pribadi dan bekerjasama dengan orang lain, serta dicapainya persetujuan atau kesepakatan dengan orang lain. Motif berafiliasi muncul karena secara riil orang mempunyai berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi apabila ingin kehidupannya berjalan terus. Seseorang menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-harinya, dirinya menjadi perantara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuannya. Motif psikologi adalah dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Remaja mempunyai dorongan atau keinginan untuk mencari pertemanan yang dilakukan dengan menggunakan fasilitas internet yang berkembang secara pesat, yaitu facebook. Pengguna facebook sudah mendunia dan paling banyak diminati oleh semua golongan terutama para remaja. Kegiatan membuka atau menulis akun status menjadi ajang yang sudah umum dikalangan remaja. Sikap seseorang yang selalu menulis akun status timbul dari motif. Facebook telah menciptakan ruang publik (public space) baru, bahkan lebih jauh dari itu, sebuah lingkungan publik (public sphere) baru bagi masyarakat daring. Ruang publik atau lingkungan publik merupakan bagian dari teori demokrasi modern. Ruang publik memberikan kesempatan berpartisipasi yang lebih kepada masyarakat untuk mengekspresikan ide-idenya lebih jauh, dan menghadirkan pola dialektika yang baru. Munculnya masyarakat yang semakin asosial, menjadikan kehadiran facebook membantu merajut kembali relasi antar individu yang terputus, akibat dinamika kehidupan yang memaksa masyarakat semakin individualistis. Meski hal tersebut masih dapat diperdebatkan, mengingat kehidupan datang tidak dapat dipersamakan dengan kehidupan riil, namun jujur diakui masyarakat membutuhkan wadah untuk bertemu dan saling berinteraksi. Setelah melakukan beberapa pengamatan di beberapa tempat ada beberapa orang yang ditemukan sedang melakukan aktivitas bekerja dan kegiatan belajar di suatu ruangan dengan membuka akun jejaring sosial facebook, yang menjadikan seseorang tidak bisa berkonsentrasi dan menyebabkan terganggu pekerjaan dan proses belajar yang sedang dilakukan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pengumpulan data yang digunakan adalah angket afiliasi pengguna facebook, yaitu berupa daftar pernyataan yang harus dipilih dan diurutkan oleh subyek. Data penelitian yang terkumpul berupa data motif afiliasi subyek penelitian selanjutnya dilakukan analisis deskriptif.
Pembahasan
Dari hasil penelitiadapat diketahui bahwa sebesar 167 subyek menjawab menggunakan facebook untuk berteman, hal ini menunjukan bahwa subyek memiliki motif afiliasi menggunakan facebook untuk menjalin pertemanan dengan pihak lain. Ada sekitar subyek mencari relasi, diterima oleh orang lain, menghindari konflik mendapatkan perhatian orang lain. Prosentase terbesar pada motif berteman saja tanpa kedalaman hubungan. Hal itu nampak dari lebih rendahnya motif afiliasi dengan intensitas hubungan yang lebih kuat seperti motif mempertahankan hubungan antar individu, empati yang simpatik diwujudkan dalam sikap bersahabat, memiliki keinginan baik, dan membina hubungan yang penuh kepercayaan. Selain berteman motif afiliasi lain yang muncul adalah bertegur sapa dan bercakap-cakap dengan orang lain. Komunikasi tidak hanya dilakukan secara langsung, tetapi ternyata sekarang banyak individu yang mencari cara lain agar tetap berkomunikasi melalui media, dalam hal ini melalui Facebook. Motif mencari informasi ternyata juga merupakan motif yang banyak muncul dari individu yang menggunakan akum facebook. Bentuk mencari informasi di sini adalah mencari info iklan, bisnis online, mencari nomor telepon teman, mencari pacar lama dan melihat aktivitas teman.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki dan menggunakan akun facebook dengan motif afiliasi terbesar adalah untuk berteman dan mencari informasi yang digunakan untuk memperluas jaringan pertemanannya, sedangkan motif afiliasi terkecil adalah untuk medapatkan perhatian orang lain. Selain itu ada motif-motif
afiliasi lainnya yang muncul berkaitan dengan intensitas hubungan yang lebih kuat seperti motif mempertahankan hubungan antar individu, empati yang simpatik diwujudkan dalam sikap bersahabat, memiliki keinginan baik, dan membina hubungan yang penuh kepercayaan. Peneliti menyarankan mahasiswa yang memiliki dan menggunakan fasilitas akun facebook
diharapkan bisa menggunakan fasilitas facebook tersebut sesuai dengan kebutuhan dan bisa memperhatikan manfaat yang diperoleh. Disamping itu diharapkan mahasiswa tidak menghabiskan waktu berlama-lama membuka facebook hanya untuk sekedar bercakap-cakap dengan orang lain (chating).
Sumber : http://fpsi.unissula.ac.id/images/5%20pibadi%20pratiwi%20brotowidagdo.pdf